noviandrianus

behind andris' mind

Movie Review : Primal Fear

Prelude :
Sedikit OOT dari update-update sebelumnya, kali ini akan diisi dengan (sedikit) lebih ringan. Yang dibahas adalah sebuah film yang sedikit mengubah perspektif saya tentang pribadi manusia. Tepatnya kemampuan manusia untuk memiliki identitas ganda, atau dikenal dengan istilah alter ego. Film yang akan dibahas kali ini adalah film berjudul Primal Fear, sebuah film karya Gregory Hoblit keluaran tahun 1996 (sudah cukup jadul ya..), namun baru berhasil saya tonton minggu lalu di HBO, akibat sulitnya mencari DVD bootleg film ini.



Plot :
Seorang anak altar, Aaron Stampler (Edward Norton) dituduh sebagai pembunuh uskupnya, dengan sangat kejam. Martin Vail (Richard Gere), seorang pengacara handal hendak menjadikan kasus ini sebagai masterpiecenya di ruang sidang, dengan menjadi pembela Aaron. Usahanya ini berbenturan dengan jaksa penuntut sekaligus mantan kekasihnya (Laura Linney), yang yakin Aaron bersalah.
Aaron adalah ramaja polos yang mampu myakinkan Martin bahwa ia tidak bersalah, sampai muncul videotape yang dapat menjadi motif mengapa Aaron dapat membunuh sang uskup. Masalah bertambah berat ketika Martin menemukan bahwa di dalam pribadi Aaron terdapat kepribadian kedua bernama Roy. Sosok Roy inilah yang muncul sebagai identitas amarah Aaron. Namun, sosok Roy ini juga yang dapat menyelamatkan Aaron dari hukuman mati (karena akan dianggap tidak waras). Dengan egonya, Martin mencoba menjebak jaksa untuk masuk ke permainan Roy.



Review :
Sebuah drama pengadilan seringkali menjadi membosankan akibat dialog yang dangkal. Naskah film ini pun tidak dapat dibilang sebuah naskah terbaik. Namun alur klimaks dan twist dapat disusun dan dieksekusi dengan cara yang tepat. Permainan akting Edward Norton menjadi sebuah ujung tombak sehingga twist berjalan dengan baik.
Kekurangan sebenarnya ada pada tempo film yang cenderung lambat. Ada titik-titik jenuh yang akan muncul karena sebenarnya tanpa twist, film ini memiliki plot kisah yang standard. Setting tempat yang berpaku pada penjara dan ruang sidang juga memunculkan sedikit kemonotonan, dan hanya berpaku pada masalah yang itu-itu saja.
Secara keseluruhan, menonton film ini membutuhkan sebuah mood yang tepat untuk menonton film. Thrill yang ada kadang muncul, namun ada juga yang tenggelam. Jujur saat menonton film ini mindset telah saya letakkan pada endingnya yang dahsyat, tanpa ekspektasi tinggi untuk sebuah hiburan. Namun ternyata film ini cukup mengasyikan, meski membutuhkan konsentrasi tinggi.

Point : 7/10

Spoiler :
Aktor Edward Norton telah beberapa kali memerankan tokoh dengan alter ego (Fight Club, The Incredible Hulk). Namun film ini adalah awal mula karir aktingnya, dan pertunjukan terbaik skillnya. Transformasi-nya ketika Aaron berubah menjadi Roy sangat meyakinkan, hingga setiap tokoh dalam film dapat ditipu.
Namun, satu kalimat janggal Aaron yang gagap itu, menjernihkan semuanya. Martin Vail akhirnya sadar, ternyata selama ini Aaron dan Roy adalah satu individu secara psikologis. Keduanya bukan alter ego, keduanya adalah sosok yang sama. Selama ini Aaron hanya berpura-pura memiliki identitas ganda. Akhirnya Aaron hanya bertepuk tangan, tersenyum kepada Martin dan memberi selamat kepadanya bahwa ia akan menjadi pengacara yang semakin terkenal di pers karena kemenangannya pada kasus ini.
Sementara Martin baru sadar, dialah sosok yang loser dalam cerita ini...

0 comments:

Post a Comment

quote

our greatest enemy is our own ego

clock

Followers


msn contact

sunairdnaivon@yahoo.co.id
<
ShoutMix chat widget
> | [tutup]

chat


ShoutMix chat widget